Terungkap! Obat Sirup Tercemar EG-DEG gegara Beralih ke Distributor Lebih Murah
Hasil penelusuran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) menunjukkan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang ditemukan pada sejumlah obat sirup menggunakan pelarut ‘oplosan’.
Kepala BPOM RI Penny K Lukito menduga ada modus yang dilakukan distributor kimia untuk menawarkan harga bahan baku kepada perusahaan farmasi dengan iming-iming murah. Nyatanya, pelarut propilen glikol yang dijual adalah zat murni campuran EG dan DEG, bukan impurities atau cemaran.
Hal ini dikarenakan kandungan zat toksik pada pelarut mencapai 90 persen. Jauh melampaui ambang batas aman cemaran yang bisa ditolerir menurut Farmakope yakni 0,1 mg/ml.
“Jadi penelusuran kita, di suatu masa tertentu di mana ada kelangkaan, sulit untuk mendapatkan (propilen glikol). Akhirnya mereka dapatkan tawaran-tawaran dari produsen atau distributor kimia biasa,” kata Penny dalam konferensi pers di Tapos, Depok, Rabu (9/11/2022).
Tawaran tersebut berasal dari distributor kimia biasa, bukan dari Pedagang Besar Farmasi (PBF), yang biasanya sudah memenuhi standar pharmaceutical grade. Kemungkinan pemilihan pelarut lebih murah dengan perhitungan penghematan biaya produksi.
“Jadi kategorinya adalah pharmaceutical grade, tapi mereka dapat tawaran-tawaran dari distributor kimia biasa, kemudian ternyata melakukan pemalsuan. Mereka bilang bisa dapat propilen glikol murah, ternyata dalamnya ini (EG dan DEG). Itu unsur pemalsuannya,” ucap Penny.
Terpisah, epidemiolog Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia menilai BPOM RI dalam hal ini kecolongan mensupervisi keamanan obat. Namun, sejumlah pihak menurutnya juga perlu ditelusuri terkait tata kelola impor bahan baku pelarut.
“Kecolongan ya BPOM RI, orang dia yang mensurpervisi, kemudian kita harus lihat di hulu di awal impor kespor ini urusan siapa perdagangan perindustrian atau terus bea cukai bagaimana makanya kecolongan ini ya kalau bicara pemerintah,” terang dia kepada detikcom, ditulis Kamis (10/11).
Investigasi mendalam disebutnya perlu dilakukan untuk mengurai siapa saja yang bertanggung jawab dalam kasus gagal ginjal akut. Pasalnya, tugas tersebut menurut Dicky merupakan kerja kolektif yang tidak hanya memfokuskan beban di BPOM RI maupun Kemenkes.
“Iya walaupun ada ini bebannya paling besar yakni Kemenkes dan BPOM RI,” kata dia.
Simak Video “Studi AS Ungkap Covid-19 Memperparah Kerusakan Otak Jangka Panjang“
[Gambas:Video 20detik]
(naf/kna)