Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin Menghadirkan Moderasi Beragama melalui Rumah Ibadah
Jakarta – Di tengah dunia yang semakin terhubung dan plural, dengan segala kompleksitas sosial, politik, dan budaya, konsep moderasi beragama telah menjadi sangat relevan. Indonesia, sebagai negara dengan keragaman suku, budaya, dan agama yang luar biasa, menghadapi tantangan besar dalam memelihara kedamaian, toleransi, dan keharmonisan sosial. Dalam konteks ini, rumah ibadah memiliki peran yang sangat sentral. Tidak hanya sebagai tempat untuk beribadah, rumah ibadah harus menjadi pusat yang mampu menyatukan umat beragama, menjembatani perbedaan, serta membangun kesepahaman antar umat beragama.
Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, seorang intelektual, akademisi, dan juru bicara Kantor Staf Kepresidenan Republik Indonesia, merupakan salah satu sosok yang tak hanya mengkaji moderasi beragama, tetapi juga memperkenalkan konsep tersebut dalam kehidupan sosial dan keagamaan Indonesia. Dalam pidato pengukuhan Guru Besarnya, beliau dengan tegas menyampaikan bahwa moderasi beragama adalah prinsip yang harus dijaga dan diterapkan secara luas, mulai dari tingkat individu hingga pengelolaan institusi keagamaan, seperti rumah ibadah.
Dengan latar belakang keilmuan dan pengalamannya dalam bidang agama, kebijakan publik, serta pengelolaan sosial, Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin menegaskan bahwa rumah ibadah dapat menjadi oase toleransi di tengah keberagaman Indonesia. Pengelolaan rumah ibadah dengan prinsip moderasi beragama, menurut beliau, adalah langkah penting dalam membentuk masyarakat yang lebih harmonis dan damai.
Rumah Ibadah sebagai Pusat Moderasi Beragama
Dalam pidato pengukuhan Guru Besar yang disampaikan di Universitas Busan, Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin menjelaskan esensi moderasi beragama sebagai sikap pertengahan yang menghindari ekstremisme dan radikalisasi. Konsep ini, yang berasal dari kata moderat, bukan hanya relevan dalam konteks politik, tetapi juga sangat penting dalam praktik beragama. Moderasi beragama, menurut beliau, mengajarkan umat untuk menjalani keyakinan mereka dengan seimbang, tanpa menganggap bahwa satu agama lebih superior atau absolut dibandingkan agama lainnya.
Rumah ibadah, sebagai tempat suci dan pusat kegiatan keagamaan, menjadi salah satu ruang utama di mana moderasi beragama dapat diterapkan. Dalam pengelolaannya, rumah ibadah tidak hanya mengajarkan ajaran agama yang mendalam, tetapi juga menjadi tempat yang inklusif, di mana umat beragama diajak untuk menghormati perbedaan dan membangun dialog antar agama. Rumah ibadah harus dipahami sebagai ruang yang tidak hanya mengakomodasi kebutuhan spiritual umat, tetapi juga sebagai wadah untuk mempererat hubungan antar umat beragama.
Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin menjelaskan dalam pidatonya bahwa moderasi beragama mengajarkan umat untuk menerima kenyataan bahwa tidak ada satu agama pun yang memiliki kebenaran mutlak dalam pengertian yang tidak dapat diganggu gugat. Moderasi beragama adalah jalan tengah yang menekankan toleransi dan rasa saling menghormati. Oleh karena itu, rumah ibadah yang dikelola dengan prinsip moderasi beragama akan memberikan ruang bagi umat dari berbagai agama untuk saling berbagi pemahaman, serta mendorong dialog yang konstruktif.
Rumah Ibadah sebagai Oase Toleransi di Tengah Keberagaman
Konsep moderasi beragama yang diusung oleh Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin juga mencakup upaya untuk mencegah ekstremisme dan radikalisasi yang sering kali mengarah pada kekerasan dan perpecahan. Rumah ibadah yang mengedepankan moderasi beragama dapat menjadi benteng untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan menekankan nilai-nilai toleransi, saling menghargai, dan kedamaian, rumah ibadah menjadi tempat di mana umat beragama belajar untuk hidup berdampingan dengan penuh rasa hormat terhadap perbedaan.
Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, di mana agama-agama besar seperti Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu hidup berdampingan, rumah ibadah memiliki potensi besar untuk menjadi oase toleransi. Menurut Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, moderasi beragama mengajarkan umat untuk tidak hanya menghindari pandangan ekstrem, tetapi juga untuk aktif mempromosikan nilai-nilai kebersamaan dan solidaritas antar umat beragama.
Sebagai contoh, beliau menekankan bahwa pendidikan moderasi beragama sejak dini sangatlah penting. Rumah ibadah bisa berperan dalam mendidik umat tentang pentingnya menjaga keseimbangan dalam beragama dan membangun hubungan yang harmonis dengan umat beragama lainnya. Dialog antar agama, menurut beliau, menjadi salah satu sarana yang efektif dalam mengurangi ketegangan dan mempererat hubungan antar komunitas agama yang berbeda.
Langkah-Langkah Pengelolaan Rumah Ibadah yang Berbasis Moderasi Beragama
Dalam pidato pengukuhan tersebut, Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin juga menyampaikan tujuh langkah konkret yang dapat diambil untuk menjaga komitmen terhadap moderasi beragama, yang dapat diterapkan dalam pengelolaan rumah ibadah:
Rumah ibadah harus menjadi tempat untuk mendidik umat tentang pentingnya moderasi dalam beragama. Memasukkan prinsip moderasi beragama dalam kurikulum pendidikan agama, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, akan membantu menumbuhkan pemahaman yang lebih luas dan toleran terhadap perbedaan agama.
Rumah ibadah harus menjadi fasilitator bagi dialog antar umat beragama. Diskusi terbuka antara pemuka agama dan umat dari agama lain akan memperkuat rasa saling menghormati dan memperkecil peluang terjadinya misinformasi atau ketegangan.
Pemimpin agama memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga dan mengajarkan moderasi beragama. Mereka harus menjadi teladan dalam mengedepankan sikap terbuka terhadap perbedaan, serta berperan aktif dalam mengedukasi umat agar menghindari pandangan ekstrem.
Penguatan Kemitraan dengan Pemangku Kepentingan
Rumah ibadah juga dapat bekerja sama dengan berbagai pihak—baik pemerintah, lembaga pendidikan, maupun organisasi masyarakat sipil—untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi keberagaman dan toleransi.
Moderasi beragama mendorong umat untuk menjalankan ibadah dengan cara yang tidak berlebihan, tetapi juga tidak meremehkan kewajiban keagamaan. Sebagai contoh, umat diajarkan untuk tidak mengabaikan kewajiban agama mereka, namun juga tidak melaksanakan ibadah secara berlebihan sehingga mengganggu kedamaian masyarakat sekitar.
Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin juga menekankan pentingnya reformasi dalam praktik beragama. Moderasi beragama bukan hanya soal menghindari ekstremisme, tetapi juga melibatkan upaya untuk mengubah praktik keagamaan yang bisa menyebabkan ketegangan, diskriminasi, atau kekerasan.
Keberanian moral merupakan komponen penting dalam menjaga moderasi beragama. Rumah ibadah perlu menjadi tempat yang mendukung perjuangan untuk melawan ekstremisme, serta menumbuhkan keberanian moral di kalangan umat untuk menentang kekerasan dan diskriminasi atas nama agama.
Sebagai bagian dari komitmen terhadap moderasi beragama, rumah ibadah di Indonesia memiliki peran yang sangat strategis dalam menciptakan suasana sosial yang inklusif dan saling menghargai. Dalam banyak hal, rumah ibadah menjadi simbol dari identitas agama, tetapi lebih dari itu, mereka juga bisa menjadi ruang di mana dialog lintas agama bisa dipromosikan dengan cara yang konstruktif. Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar, mengungkapkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan beragama. Beliau menekankan bahwa rumah ibadah bukanlah tempat untuk menegakkan kekuasaan agama atas agama lainnya, melainkan tempat yang seharusnya menjadi oase toleransi, di mana umat dari berbagai latar belakang agama dapat saling berinteraksi, belajar, dan berkontribusi pada kehidupan sosial yang lebih damai.
Integrasi Moderasi Beragama dalam Program Rumah Ibadah
Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh pengelola rumah ibadah adalah bagaimana menjadikan tempat ibadah sebagai ruang yang benar-benar mencerminkan moderasi beragama dalam praktiknya. Di banyak tempat, rumah ibadah justru menjadi ajang perbedaan, baik dalam hal doktrin maupun praktik. Namun, Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin berpendapat bahwa rumah ibadah, jika dikelola dengan benar, bisa menjadi pusat bagi pembangunan karakter umat yang mengedepankan sikap moderat, penuh toleransi, dan saling menghargai antar umat beragama.
Moderasi beragama, menurut beliau, dapat diintegrasikan melalui beberapa cara yang sangat relevan dengan pengelolaan rumah ibadah, antara lain:
Pendidikan Berbasis Toleransi
Rumah ibadah bisa berperan sebagai pusat pendidikan bagi umat untuk menumbuhkan pemahaman tentang pentingnya toleransi dalam kehidupan beragama. Misalnya, memasukkan tema-tema moderasi beragama dalam ceramah-ceramah atau khotbah rutin, serta mengedukasi masyarakat tentang prinsip-prinsip keberagaman yang mengedepankan kesamaan derajat di hadapan Tuhan dan pentingnya menghargai perbedaan. Dengan cara ini, rumah ibadah dapat mencetak generasi yang lebih toleran dan mengerti bahwa keberagaman bukanlah ancaman, melainkan kekayaan.
Dialog dan Kolaborasi Antar Rumah Ibadah
Salah satu langkah penting dalam mewujudkan moderasi beragama adalah melalui dialog antar agama. Rumah ibadah dari berbagai agama dapat bekerjasama untuk mengorganisir pertemuan lintas agama yang membahas isu-isu sosial dan keagamaan secara terbuka. Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin menekankan pentingnya pengembangan kemitraan antar pemuka agama untuk mendorong pemahaman bersama tentang pentingnya saling menghormati dan menghindari fanatisme yang dapat menimbulkan gesekan antar umat beragama.
Penyuluhan dan Kegiatan Sosial
Rumah ibadah juga bisa menjadi tempat untuk mengadakan kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Sebagai contoh, program bantuan kemanusiaan, pelatihan keterampilan, atau penyuluhan tentang pentingnya hidup harmonis dapat diadakan secara bersama-sama oleh berbagai rumah ibadah. Kegiatan-kegiatan ini dapat mempererat hubungan antar umat beragama sekaligus memberikan kontribusi nyata dalam membangun masyarakat yang lebih baik. Ini juga mencerminkan bahwa rumah ibadah adalah tempat yang mengedepankan aksi nyata dalam kehidupan sosial—bukan hanya berfokus pada urusan ibadah semata.
Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin dalam pidatonya menekankan bahwa moderasi beragama harus tercermin dalam sikap dan perilaku sehari-hari umat beragama. Dalam konteks rumah ibadah, ini berarti mendorong pengurus dan masyarakat untuk tidak mengajarkan atau mempraktikkan ajaran yang bisa menimbulkan kebencian atau intoleransi terhadap agama lain. Sebaliknya, rumah ibadah harus menjadi tempat untuk menanamkan etika agama yang penuh kasih sayang, kedamaian, dan penghormatan terhadap kemanusiaan.
Di era digital ini, rumah ibadah juga bisa memanfaatkan teknologi untuk memperkenalkan prinsip moderasi beragama ke khalayak yang lebih luas. Misalnya, dengan mengadakan webinar atau seminar yang membahas moderasi beragama, rumah ibadah bisa melibatkan lebih banyak umat dalam diskusi dan pengetahuan yang mendalam mengenai pentingnya beragama secara moderat. Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin melihat ini sebagai langkah yang sangat strategis untuk memperluas pengaruh moderasi beragama, terutama di kalangan generasi muda yang sangat aktif di dunia maya.
Pengaruh Moderasi Beragama terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat
Moderasi beragama tidak hanya berdampak pada kehidupan beragama individu, tetapi juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam pidato pengukuhannya, Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin menjelaskan bahwa moderasi beragama adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih aman, damai, dan produktif. Saat moderasi beragama dijalankan dengan baik, rumah ibadah akan menjadi tempat yang tidak hanya menjaga ritus ibadah, tetapi juga menjadi bagian integral dari proses pembangunan sosial.
Rumah ibadah yang menerapkan prinsip-prinsip moderasi beragama dapat membantu mengurangi ketegangan yang mungkin timbul akibat perbedaan pendapat atau pemahaman agama. Ini sangat penting dalam menciptakan ruang inklusif yang dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Rumah ibadah harus mampu membangun hubungan yang lebih sehat antar umat beragama, dengan mengutamakan prinsip kerjasama dan saling menghargai.
Sebagai contoh, rumah ibadah yang mengajarkan umat untuk menghormati simbol-simbol agama lain atau menghindari ujaran kebencian terhadap agama lain akan membentuk kesadaran kolektif yang lebih positif di masyarakat. Hal ini tentu akan berdampak langsung pada kerukunan sosial yang lebih baik, yang pada gilirannya memperkuat daya tahan sosial dalam menghadapi tantangan-tantangan global, seperti konflik antar agama, radikalisasi, dan ketegangan sosial yang dapat mengancam stabilitas negara.
Peran Rumah Ibadah dalam Mewujudkan Indonesia yang Toleran dan Harmonis
Dalam perspektif Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, rumah ibadah yang mengedepankan moderasi beragama memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan Indonesia yang lebih toleran dan harmonis. Indonesia sebagai negara dengan keberagaman yang sangat tinggi membutuhkan kerjasama antar semua elemen masyarakat, termasuk rumah ibadah, untuk menciptakan iklim sosial yang inklusif dan damai.
Rumah ibadah yang dikelola dengan baik, dengan memperhatikan nilai-nilai moderasi beragama, akan mampu mengatasi potensi-konflik yang timbul akibat intoleransi, serta mengurangi kecenderungan radikalisasi yang bisa merusak keharmonisan sosial. Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin berharap bahwa melalui penerapan moderasi beragama di rumah ibadah, Indonesia bisa menjadi contoh bagi dunia tentang bagaimana kerukunan antar umat beragama bisa dijaga, meskipun terdapat perbedaan yang sangat signifikan antar agama-agama yang ada.
Lebih dari itu, rumah ibadah yang menerapkan moderasi beragama juga dapat menjadi pionir dalam gerakan sosial yang tidak hanya terbatas pada kehidupan rohani, tetapi juga merambah ke aspek-aspek kehidupan sosial lainnya. Inilah harapan besar yang ingin ditanamkan oleh Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin—bahwa rumah ibadah adalah tempat yang tidak hanya mengajarkan agama, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai sosial yang dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Melangkah ke Depan: Peran Semua Pihak dalam Menjaga Moderasi Beragama di Rumah Ibadah
Untuk mewujudkan Indonesia yang lebih moderat dan harmonis, setiap elemen masyarakat, termasuk para pengelola rumah ibadah, pemimpin agama, dan masyarakat umum, perlu bekerja sama dalam mempromosikan dan mengamalkan prinsip-prinsip moderasi beragama. Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin mengingatkan bahwa keberhasilan pengelolaan rumah ibadah sebagai pusat moderasi beragama akan sangat bergantung pada kemauan semua pihak untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, menghormati perbedaan, dan berkomitmen untuk hidup berdampingan dengan damai.
Peran rumah ibadah sebagai pusat moderasi beragama sangat vital dalam membangun masyarakat yang lebih harmonis dan toleran. Seperti yang disampaikan oleh Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, moderasi beragama bukan hanya tentang sikap personal dalam beragama, tetapi juga tentang bagaimana komunitas agama dapat berkontribusi terhadap kemajuan sosial dan menjaga kedamaian antar umat beragama. Rumah ibadah yang mengedepankan nilai-nilai ini akan menjadi tonggak penting dalam mewujudkan Indonesia yang lebih damai, inklusif, dan penuh kasih sayang.
Penulis : Salma Hasna