Konflik Dataran Tinggi Golan, Strategi Militer dan Dinamika Druze
IsuUtama.com – Dataran Tinggi Golan kembali menjadi medan tempur antara Israel dan Hezbollah. Kawasan berbatu yang menjulang hingga ketinggian 2.800 meteKonflik Dataran Tinggi Golan: Strategi Militer dan Dinamika Druzer di barat daya Suriah ini telah lama diperebutkan karena letaknya yang strategis.
Golan memisahkan Israel, Lebanon, Suriah, dan Yordania, antara Danau Galilea di barat, Sungai Yarmouk di selatan, Wadi Raqqad di timur, dan Gunung Hermon di utara.
Meskipun berbatu, Golan memiliki lahan pertanian yang luas, yang kini digunakan untuk perkebunan anggur serta lahan merumput bagi sapi dan domba.
Tanah Tumpah Darah
Sebelum diduduki Israel pada 1967 dan resmi dianeksasi pada 1981, Golan sering digunakan militer Suriah untuk menembaki wilayah Israel. Pada 1973, Suriah sempat berhasil merebut sebagian wilayah Golan dalam Perang Yom Kippur, namun kembali dipukul mundur oleh Israel.
Hingga kini, pemerintah di Damaskus menuntut pengembalian Golan sebagai syarat perdamaian.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Suriah. Menyusul gencatan senjata, PBB mengirimkan pasukan penjaga perdamaian pada Mei 1974, United Nations Disengagement Observer Force (UNDOF).
UNDOF adalah salah satu misi PBB yang paling lama berjalan. Sejak 1974, pasukan helm biru ini telah mengawasi zona penyangga antara Dataran Tinggi Golan dan wilayah Suriah.
Seperti PBB, sebagian besar komunitas internasional tidak mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai milik Israel. Pengecualiannya adalah Amerika Serikat, yang mengakui klaim Israel atas wilayah tersebut pada tahun 2019 di bawah Presiden Donald Trump, dan tidak diralat oleh Presiden Joe Biden.
Nilai Strategis
Elevasi dan letak geografis membuat Golan bernilai strategis bagi militer Israel, terutama untuk mencegah serangan dari Suriah dan Lebanon.
Dengan menduduki Golan, militer Israel memaksa Suriah tidak berkutik karena memiliki alat perang yang hanya berjarak 60 kilometer dari ibu kota Damaskus. Selain itu, Israel juga mengamankan sumber air minum bagi populasinya.
Tidak heran jika pemerintah Israel hingga kini menolak menempatkan Dataran Tinggi Golan sebagai alat tawar perdamaian.
Saat ini, ada lebih dari 30 pemukiman Yahudi di Golan, yang diperkirakan dihuni oleh 20.000 warga Israel. Pemukiman tersebut dianggap ilegal menurut hukum internasional, meskipun Israel membantahnya.
Mereka berbagi ruang hidup bersama sekitar 20.000 warga lokal yang kebanyakan adalah etnis Arab Druze.
Siapa Umat Druze?
Druze adalah sebuah gerakan etnoreligius bangsa Arab yang tersebar di Suriah, Lebanon, dan Israel. Mereka merupakan etnis mayoritas di Dataran Tinggi Golan.
Di Golan, sebagian besar umat Druze merasa terikat dengan Suriah dan banyak memiliki anggota keluarga di sana. Termasuk Majdal Shams, yang menjadi sasaran serangan roket pada Sabtu (27/7) silam, adalah desa Druze.
Warga Druze yang tinggal di Golan sebenarnya bisa mengajukan permohonan kewarganegaraan Israel, namun hanya sedikit yang memanfaatkan tawaran tersebut. Kebanyakan merupakan warga negara Suriah atas dasar loyalitas.
Baca Juga : Pengaruh Influencer dalam Menggaungkan IKN sebagai Ikon Baru Indonesia #IKNxInfluencer
Dapatkan informasi terupdate berita polpuler harian dariIsuUtama.com. Untuk kerjasama lainya bisa kontak email tau sosial media kami lainnya.