Tragedi Kelam Kasus PPDS Undip: Ketika Nyawa Melayang Akibat Perundungan, Sebuah Panggilan untuk Tindakan Preventif
Semarang , IsuUtama.com- Tragedi kematian seorang mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) mengguncang kalangan medis dan pendidikan tinggi Indonesia. Aulia Risma Lestari, mahasiswa spesialis anestesi yang ditemukan tewas di kosannya, diduga mengalami perundungan yang berujung pada tindakan tragis tersebut. Kasus yang memilukan ini tak hanya menjadi sorotan di media sosial, tetapi juga memicu tindakan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan menghentikan sementara kegiatan PPDS Anestesi di RSUP Dr. Kariadi.
“Sehubungan dengan dugaan terjadinya perundungan di Program Studi Anestesi Universitas Diponegoro yang ada di SUP Dr. Kariadi, yang menyebabkan terjadinya bunuh diri pada salah satu peserta didik program studi anestesi Universitas Diponegoro,” tulis Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan dr Azhar Jaya dalam surat tersebut.
Penemuan tak bernyawa Aulia Risma Lestari pada Senin (12/8/2024) menjadi titik terang atas kasus bunuh diri dokter spesialis dan tragedi RSUP Kariadi Semarang ini. Buku harian korban yang ditemukan mengungkap betapa beratnya pengalaman yang dihadapi selama mengikuti pendidikan menyiratkan kesejahteraan mahasiswa kedokteran yang terabaikan, dan dampak bullying di pendidikan tinggi yang harus segera ditangani.
Kapolsek Gajahmungkur, Kompol Agus Hartono memberikan keterangan, “Sudah mendatangkan dokter forensik dari Kariadi memang dia meninggal karena obat itu, mungkin bahasanya overdosis.”
DetikHealth melaporkan, surat dari Kemenkes menginstruksikan untuk “menghentikan sementara program studi anestesi di RSUP Dr. Kariadi sampai dengan dilakukannya investigasi dan Langkah-langkah yang dapat dipertanggungjawabkan oleh jajaran Direksi Rumah Sakit Kariadi dan FK UNDIP.”
Kemenkes bertegas walau Undip memiliki tanggung jawab dalam pembinaan dan pengawasan PPDS, tidak bisa berpangku tangan. Tindakan itu dilakukan sebagai respon atas laporan penelusuran perundungan di kampus yang merenggut nyawa salah satu mahasiswinya. Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril menegaskan, “Kemenkes tidak sungkan melakukan tindakan tegas seperti mencabut SIP dan STR bila ada dokter senior yang melakukan praktek bullying yang berakibat kematian.”
Melalui media sosial, kejadian ini menjadi viral dan mengundang berbagai pihak untuk mengangkat bicara, meskipun banyak yang memilih anonimitas. “Dokter muda RSUD Kardinah Tegal meninggal bunuh diri. (Korban) diduga tak kuat menahan bully selama ikut PPDS anestesi Undip Semarang. Mohon bantuan RT-nya karena ada indikasi kasus ini ditutupi dengan menyebut korban sakit saraf kejepit,” seperti yang diungkap oleh akun Twitter @bambangsuling11 yang dikutip Suara.com.
Keluarga korban, yang langsung datang ke TKP setelah kejadian tragis tersebut, meminta agar jenazah putri mereka langsung dibawa ke Tegal tanpa dilakukan autopsi. Hal ini menunjukkan besarnya dampak yang dialami dari peristiwa tersebut terhadap keluarga korban. Dari segenap fakta yang berkembang, kasus ini menjadi sebuah panggilan untuk tindakan preventif yang perlu diambil berbagai pihak, termasuk institusi kesehatan dan lembaga pendidikan tinggi, untuk mencegah tragedi serupa di masa depan.
Baca Juga : Update Terkini Kepolisian Jawa Timur Tangani Tindak Pidana dan Pengeroyokan Polisi oleh PSHT di Jember
Dapatkan informasi terupdate berita polpuler harian dari IsuUtama.com. Untuk kerjasama lainya bisa kontak email tau sosial media kami lainnya.